Rabu, 29 April 2020

Perkembangan Hubungan antara RI dengan PBB

Untuk pertama kalinya hubungan RI dengan PBB adalah ketika PBB ikut campur dalam persoalan Indonesia-Belanda pada saat Agresi Militer Belanda I pada '21 Juli 1947'. Terbentuknya Komisi Jasa-Jasa Baik atau yang kemudian dikenal dengan Komisi Tiga Negara/ KTN mempunyai tugas yang dibebankan Dewan Keamanan PBB yakni membantu menyelesaikan sengketa RI & Belanda secara damai. Atas prakarsa KTN maka tercapailah perundingan Renville.
Saat Belanda melakukan Agresi Militer II pada tanggal 19 Des 1948, Dewan Keamanan PBB mengubah KTN menjadi Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia / UNCI=United Nations Comission for Indonesia yang bertugas melancarkan perundingan antara RI & Belanda. Atas prakarsa UNCI ini maka tercapailah ‘Perundingan Roem-Royen’, di mana perundingan ini merupakan satu jenjang menuju KMB/Konferensi Meja Bundar.

Walaupun melalui KMB Indonesia diakui kedaulatannya secara resmi tanggal 27 Des 1949, akan tetapi permasalahan antara RI & Belanda berkaitan dengan Irian Barat (sekarang Papua) masih diduduki Belanda. Oleh sebab itu RI selain berjuang dengan cara damai & diplomasi baik pendekatan langsung dengan Belanda, juga melalui forum internasional. Sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada PBB maka pada 27 Sept 1950 Indonesia masuk menjadi anggota PBB sebagai anggota yang ke-60.

Ketika Belanda masih tetap menduduki Irian Barat sehingga habis kesabaran bangsa Indonesia, oleh Presiden Soekarno dikumandangkan Trikora/Tri Komandan Rakyat pada 19 Des 1961. Dengan operasi militer maupun tekanan Belanda melalui diplomasi maka Belanda terpaksa melepaskan Irian Barat. Melalui Pemerintahan Sementara PBB (UNTEA/United Nations Temporary Executive Authority) maka Irian Barat kembali ke pangkuan NKRI pada 1 Mei 1963. Dengan demikian PBB berperan penting & berjasa dalam menjaga keutuhan wilayah RI.