Selasa, 28 April 2020

Menentukan Sikap terhadap Upaya Pemerintah dalam Mengendalikan Pers

Menentukan Sikap terhadap Upaya Pemerintah dalam Mengendalikan Pers
A. Pemerintah sebagai Sumber Berita
Dalam surat kabar di negara manapun akan ditemukan banyak berita bersumber dari pemerintah melakui bagian dan instansi dan personalianya. Hubungan pers dan pemerintah dalam kerangka mencari dan membuat berita bukanlah hubungan sepihak, melainkan hubungan timbal balik antara dua pihak. Yakni selain ada peranan pemerintah, ada juga peranan pers. Untuk mencapai proses keterbukaan dalam pemerintah, maka lalu lintas pesan melalui pers bagi pemerintah dapat juga memiliki berbagai peranan yang lain.

Masyarakat serentak mengetahui apa yang menjadi peran. Misalnya, dalam pengumuman peraturan baru atau harga baru tentang bahan bakar atau kebijakan penting lainnya, pesan itu sampai ke masyarakat secara serentak, cepat dan seluas-luasnya. Karena pers berperan sebagai komunikator dalam hal ini antara pemerintah dan masyarakat, masuk akal bila pemerintah menjadi sumber pokok pemberitaan pers, maka sentral-sentral pengambilan keputusan dari pemerintah ditempatkanlah wartawan.

Pada Pers pun terdapat beberapa pertimbangan yang menjadikan sandarannya dalam mencari berita dari sumber pemerintah.
  • Untuk menyampaikan pesan pemerintah dan berbagai instansinya, yang patut diketahui masyarakat. Maksudnya agar terjadi komunikasi dalam proses pemerintahan dan terjadi pula penyebaran pengetahuan tentang kebijakan pokok, tindak lanjut, rencana dan masalah-masalah yang dihadapi pemerintah.
  • Keperluan untuk mengecek, untuk melengkapi bahan dan menguji kebenarannya sebelum diterbitkan, maka pers datang kepada instansi yang bersangkutan.
B. Pengendalian Pers oleh Pemerintah
Upaya-upaya pemerintah dalam mengendalikan Pers;
  1. Pembuatan UU Pers, UU No. 11/1966, UU No. 21/1982, UU No. 40/1999.
  2. Memfungsikan Dewan Pers sebagai pembina Pers Nasional.
  3. Menegakkan supremasi hukum.
  4. Sosialisasi dan peningkatan kesadaran rakyat akan HAM.
Salah satu dari prinsip yang diakui oleh semua negara demokrasi adalah bahwa campur tangan pemerintah dalam bentuk sensor, prasensor, izin wajib untuk media cetak dan pembatasan import produk media dari luar negeri atau pelarangan pers secara administratif dianggap sebagai pelanggaran-pelanggaran pada hal-hal kebebasan menyatakan pendapat dan informasi. Pada masa Orde Baru pengendalian pemerintah terhadap pers tampak dalam beberapa hal antara lain sebagai berikut;
  • Untuk memasuki sekitar industri media massa bagi para pelaku bisnis dengan pemberian SIUPP secara selektif berdasarkan kriteria politik tertentu.
  • Kontrol terhadap individu dan kelompok pelaku profesional (wartawan) melalui mekanisme seleksi dan ketentuan (menjadi anggota PWI).
  • Kontrol terhadap sumber daya, antara lain berupa norma kertas oleh pihak yang memiliki kedekatan dengan penguasa.
  • Kontrol terhadap akses ke pers, berupa pencekalan terhadap tokoh -tokoh oposan tertentu agar tidak tampil dalam pemberitaan pers.
Pada era reformasi, keadaan berupa sedemikian cepat pada saat itu keterbukaan informasi mulai terjadi pers bebas memberitakan segala tindak-tanduk pemerintah, khususnya setelah UU pers baru, UU No. 40/Tahun 1999 ditetapkan. Ketentuan mengenai SIUPP pun tidak berlaku. Departemen Penerangan dibubarkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid.

Sekarang permasalahannya bagaimana seharusnya hubungan antara pers dan pemerintah? Dalam teori liberalisme, termasuk liberalisme yang telah mengalami berbagai informasi seperti keadaan sekarang di negara-negara industri barat, pers merupakan lembaga yang otonom, independen dengan tugas pokok penjaga atau pengontrol pemerintah. Semangatnya ditafsirkkan sebagai semangat paling curiga dan bermusuhan. Hal itu nampak karena cenderung memakai bahasa lugas dan kata-kata langsung. Kondisi ini tidak lepas dari sistem budaya yang berlaku di dunia barat. Di negara kita tentu tidak harus seperti itu, bahwa hubungan pers dan pemerintah dalam sistem demokrasi Indonesia dewasa ini bukanlah tunduk, namun juga tidak bermusuhan, melainkan seiring yang disebut juga dengan parnership, interaksi positif atau yang lazim sekarang disebut interaksi konstruktif.

Pada taraf perkembangan sekarang, oleh perkembangan sejarah maupun keperluan, maka yang kuat adalah pemerintah. Bukan berarti kita buta akan kemungkinan terakumulasinya kekuasaan yang cenderung bersalah guna. Itulah sebabnya, sekalipun dalam posisi hubungan baik, hubungan seiring dan hubungan positif, kontrol dan koreksi tetap menjadi salah satu tugas pers yang penting.

Dalam daerah kontrol dan koreksi inilah gangguan interaksi positif sering terjadi, semua pihak senang dan bergairah manakala isi pers menyangkut yang baik, yang memuji, yang menunjang yang positif, persoalan timbul jika isi pers mengandung kritik, koreksi kontrol dan hal-hal yang negatif. Perlu disepakati bersama, bahwa hubungan pers dan pemerintah dalam sistem pemerintahan Indonesia, memperolehkan, bahkan menganjurkan berlakunya peranan kontrol dan koreksi. Sehari-hari, hal itu berarti, pers bisa mengemukakan hal-hal yang benar terjadi dan benar ada sekalipun tidak enak, mengandung hal-hal negatif dan menyampaikan kritik serta koreksi. Karena kita semua, termasuk pers, tidaklah senang dikritik apabila kritiknya secara terbuka, maka masuk akal bila dalam kawasan ini akan selalu ada persoalan.

Demikianlah ulasan mengenai “Menentukan Sikap terhadap Upaya Pemerintah dalam Mengendalikan Pers”, yang pada kesempatan ini dapat dibahas dengan singkat. Semoga bermanfaat bagi para pembaca!
Menentukan Sikap terhadap Upaya Pemerintah dalam Mengendalikan Pers Menentukan Sikap terhadap Upaya Pemerintah dalam Mengendalikan Pers
*Rajinlah belajar demi Bangsa dan Negara, serta jagalah kesehatanmu!
*Semoga sukses dan impian baikmu terwujud!

Kata kunci;

  • Pemerintah sebagai Sumber Berita,
  • Pengendalian Pers oleh Pemerintah,
  • Upaya-upaya pemerintah dalam mengendalikan Pers.